Kembali Bersyukur : Ketika Tuhan Mengetuk Pintu Hatiku

* Ketika Tuhan Mengetuk Pintu Hatiku * 
Oleh : Claudia Rosari Dewi
Siang itu, sekitar pukul 13.30 Mgr Johannes Pujasumarta Uskup Keuskupan Agung Semarang ( KAS ) mengunjungi saya dirumah kediaman keluarga saya di Kumendaman, Yogyakarta. Saya secara pribadi mengenal dekat beliau oleh karena itu saya diminta oleh Bapa Uskup untuk mengikuti mengikuti seluruh rangkaian Kongres Ekaristi II Keuskupan Agung Semarang ( KEK II KAS ) yang diselenggarakan pada tanggal 22-24 Juni 2012 . Meskipun kebanyakan dari peserta KEK II KAS ini adalah umat dari Keuskupan Agung Semarang itu sendiri, namun Bapa Uskup tetap meminta saya untuk tetap mengikuti serangkaian kegiatan ini. Saya pun mengibaratkan diri saya sendiri sebagai seorang ” penyusup ” dari negeri antah berantah, pasalnya saya sendiri berasal dari luar Keuskupan Agung Semarang, saya berasal dari Paroki Bunda Maria Keuskupan Bandung. Dalam KEK II KAS ini diperkirakan jumlah keseluruhan peserta dari beberapa kategori kurang lebih 300 peserta, peserta berasal dari macam-macam kevikepan dan Paroki. Misalnya, saya berjumpa dengan peserta yang berasal dari Kevikepan Kedu-Magelang, Kevikepan Yogyakarta, Kevikepan Surakarta, dan lain-lain. Setiap paroki di tiap-tiap kevikepan mengirim utusan nya masing-masing, dengan jumlah utusan minimal dua orang, mulai dari dua sampai enam orang. Saya sendiri tergolongan kedalam kategori OMK ( orang muda Katolik ) yang dilaksanakan di Paroki St. Yakobus Klodran – Bantul, sedangkan kategori yang lainnya seperti kategori anak-anak dan remaja ditempatkan di Paroki Hati Kudus Yesus – Pugeran, kategori orang dewasa di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran – Bantul, dan kategori kelompok/ persekutuan doa di Paroki Klepu.
Sejak saya tiba di Paroki Klodran untuk memulai kegiatan yang diawali registrasi peserta di halaman depan gereja, hati dan perasaan saya amat senang karena bisa tergabung dalam event besar Keuskupan ini. Dalam hati saya bersyukur kepada Tuhan karena mengizinkan saya mengikuti Kongres Ekaristi II Keuskupan Agung Semarang ini dengan tema ” Tinggal Dalam Kristus dan Berbuah “
Saya pun merasa yakin bahwa setelah saya pulang dari tempat ini, saya akan membawa banyak pengalaman baru.
Kebetulan, setelah saya tiba sekitar pukul 14.00 saya langsung diantar dengan beberapa peserta lain ketempat kami akan tinggal. Saya bersama tiga orang peserta lainnya akan live in bersama dirumah seorang warga yang juga sebagai umat Paroki Klodran Bantul. Saya bersyukur karena tempat live ini kami tidak jauh dengan gereja, karena ada beberapa lainnya yang mau tak mau, suka tak suka ditempatkan dirumah umat yang agak jauh dari gereja.
Rumah yang saya diami bersama dengan beberapa peserta yang lainnya ini adalah rumah Keluarga Bapak dan Ibu Boko, mereka juga sebenarnya hanya diberi titipan oleh Rm. Utoemo untuk menempati rumah ini, rumah milik Rm. Utoemo ini diserahkan kepada Bapak dan Ibu Boko agar dirawat dan dijaga dan supaya ketika setiap orang yang membutuhkan rumah ini bisa digunakan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan setiap umat, contohnya sebagai tempat penginapan untuk acara ini.
Sejak awal saya mengikuti acara ini, saya menyadari bahwa hati saya ternyata memang terpanggil untuk menghayati apa makna sebenarnya dari seluruh rangkaian acara ini. Saya sadar, ternyata melalui kegiatan ini Tuhan akan mengetuk pintu hati saya. Saya merasa antusias mengikuti KEK II KAS ini, betapa tidak? karena disinilah saya menemukan arti katatinggal, yang sebelumnya tidak pernah saya mengeti artinya secara mendalam.
Kebersamaan bersama dengan peserta yang lain dan penghuni rumah inilah yang membuat saya paham akan arti tinggalyang sebenarnya. Mungkin sudah menjadi sebuah perjalanan dalam hidup saya, unuk dapat merasakan bagaimana bisa tinggal ditempat baru yang sekiranya asing bagi saya, namun seketika itu juga saya merasa nyaman ada bersama-sama mereka. Ternyata hal serupa bukan hanya saya saja yang merasakannya melainkan beberapa peserta lainnya juga merasakan hal yang sama. Itulah maksud yang ternyata akan disampaikan oleh tema dari KEK II KAS ini,Tinggal Dalam Kristus dan Berbuah, meski masih awam dengan kegiatan ini, namun rasa syukur yang tak terkira ini kian berdengung dari dalam hati, ingin mengatakan bahwa saya bahagia merasakan hal seperti ini.
Inilah pengalaman baik yang bisa saya bawa untuk dapat tinggal yang sesungguhnya didalam masyarakat nantinya. Merasa dapat mendalami makna tinggal itu sebenarnya bukan hanya ketika menginap dirumah kediaman Bapak dan Ibu Boko, namun lebih dari itu kegiatan-kegiatan rohani dan sosial yang dilaksanakan saat KEK II KAS belangsung inilah yang memberikan titik balik dari setiap kemelut yang bercokol dalam hati saya. Banyak kesadaran baru yang saya rasakan. Dalam hati saya hanya dapat berkata“Oh.. ternyata begini… Oh ternyata maksudnya seperti ini..”
Berkenalan dan berjumpa dengan banyak orang yang terlibat dalam KEK II KAS ini sungguh memberikan kesan tersendiri bagi saya. Disinilah saya mendapatkan sudut pandang hidup baru. Pengertian dan wawasan hidup yang lebih baik lagi. Bertemu dengan mereka, pribadi dan karakter-karakter baru yang belum pernah saya jumpai sebelumnya, ternya membawa dampak positif buat diri saya sendiri. Memberikan perkembangan kepribadian, pendewasaan iman, dan keterbukaan terhadap sesama.
Saya yakin bahwa bukan hanya saya saja yang merasakan karunia dan kesempatan baik seperti ini, pasti dari semua peserta KEK II KAS ini ada beberapa yang juga menemukan jati diri baru , menemukan hal yang sama seperti apa yang sedang saya rasakan ketika mengikuti KEK II KAS ini.
Ada beberapa kegiatan dari seluruh rangkaian kegitan di KEK II KAS ini yang menarik untuk saya, yang pertama adalah ketika perayaan Ekaristi Pembukaan KEK II KAS ini dilaksanakan. Sejak dimulainya Perayaan Ekaristi pembuka saya menghayati dengan amat sangat perayaan Ekaristi ini. Oleh karena itu, dalam perayaan Ekarist itu saya merasakan hal yang lain, yakni kelegaan batin dan keterbukaan hati serasa beban dan seluruh kemelut dalam hati yang bergumul menarik ulur hati dan pikiran saya seakan terangkat dan hendak meninggalkan saya selama-lamanya. Disitu yang bisa saya rasakan adalah kebahagiaan, kebahagiaan atas perasaan itu, kebahagiaan bisa merasakan kebersamaan dalam perayaan Ekaristi bersama dengan peserta lain, kebahagiaan karena Tuhan telah mengetuk hati saya dengan cara yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Ketika Mgr A. M. Sutrisnaatmaka , MSF menyampaikan homilinya , ada beberapa hal yang menarik yang disampaikan oleh beliau. Beberapa hal tersebut menyentuh hati saya, dan saya sendiri merasa tertegun mendengarnya, hati saya kembali diketuk oleh Tuhan. Dalam homilinya tersebut beliau menyampaikan kepada kami orang muda Katolik delapan (8) cara bagaimana mencapai kekudusan setelah dibaptis. Delapan cara itu ialah :
1. Menginginkan menjadi kudus.
2. Rayakan Ekaristi dan terima komuni kudus.
3. Doakan Rosario setiap hari.
4. Baca satu kisah dari Kitab Suci setiap hari.
5. Adorasi Sakramen Maha Kudus setiap hari.
6. Mengaku dosa rutin (bulanan / mingguan).
7. Mohon Tuhan Yesus dan Bunda Maria agar kita mampu menolong orang lain.
8. Persembahkan diri kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria.
Delapan cara itu berasal dari Beato Carlo Acutis yang telah menjadi kudus dengan delapan cara yang ia laksanakan dan kini ia sebarkan bagi kita semua sebagai kaum muda. Beato Carlo Acutis ini telah mencapai kekudusan ketika menginjak usia yang masih dini, delapan cara itulah yang membawanya menjadi kudus ketika baru berumur lima belas tahun. Jelaslah homili ini menjadi batu sandaran untuk saya berkembang dalam iman dan kepribadian, dalam homili dimalam itu saya juga semakin mendalami makna tinggal yang menjadi batu pusara kepenasaran saya apa makna sesungguhnya dari tinggal itu sendiri.
Tuhan, terimakasih Engkau telah mengetuk hatiku kembali. Baru pertama kali saya bisa mendapatkan pengalaman yang berarti seperti ini.
Kembali Tuhan berbicara dalam hati saya. Ketika itu misa harian pukul 08.00 hari Sabtu, 23 Juni 2012, dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Rm. Dwi Harsanto, Pr itu ada beberapa hal yang semakin menguatkan saya, dalam homilinya beliau berbicara tentang beberapa hal yang tengah dirasakan oleh kaum muda. Masalah apa saja yang tengah melanda orang muda Katolik zaman sekarang. Ada satu kalimat menarik yang tepat menusuk hati saya, yakni ” Untuk kaum muda Katolik yang juga merupakan masa depan gereja, janganlah pernah khawatir akan hidup-Mu, Tuhan Yesus tidak pernah ingkar janji”
Kalimat itu merasuk kedalam hati sanubari saya. Karena apa yang selama ini saya lakukan terkadang dilengkapi oleh perasaan cemas, khawatir, gelisah, dan takut. Perasaan yang telah lama membelenggu hidup saya ini, ternyata bisa dikikis oleh kuasa Tuhan itu sendiri, yakni melalui kalimat yang diutarakan dalam homili Rm. Santo. Sebuah kalimat sempurna seperti itu saja sudah mampu menyentuh hati seorang pemudi seperti saya untuk yakin dalam hidup ini apalagi kalimat seperti itu bisa disampaikan setiap hari atau setiap saat, betapa banyak harapan yang bisa diberikan bagi para pemuda-pemudi di dunia ini?
Terkadang sebuah kalimat sederhana memiliki arti kesempurnaan didalamnya yang justru memberikan kemerdekaan bagi hati seseorang yang terpenjara oleh perasaan yang tidak layak.
Jadi, bagi para pemuda-pemudi didunia ini? Untuk apa kita takut? Ubahlah dunia ini menjadi lebih baik lagi dengan keberanian kita sebagai anak-anak Tuhan!
Berkat kalimat pada pagi hari itu kembali menyadarkan saya bahwa didalam hidup kita tidak boleh memilki perasaan cemas, takut, atau khawatir yang berlebihan, karena hal seperti tu tidak dikehendaki oleh Tuhan Yesus. Dalam kemelut hati akan apa yang sedang saya rasakan ini ternyata Tuhan mau kembali berbicara dalam poros hati saya, Janganlah kamu khawatir akan hidupmu, masa depanmu, dan apa yang akan kamu makan keesokan hari.
Dari kesadaran itulah, saya membuat niat baru bahwa saya tidak akan bergumul dengan perasaan ini terus, saya akan melepaskan sesegera mungkin dan membayarnya dengan perasaan yang jauh lebih nikmat untuk dirasakan yakni perasaan bersyukur.
Tidak hanya dalam kegiatan merayakan Perayaan Ekaristi saja saya merasa bahwa Tuhan mengetuk pintu hati saya, melainkan dalam beberapa kegiatan lain, Tuhan mampu memberikan warna baru dalam poros hati saya.
Semua peristiwa yang terjadi pada saat itu, seolah-lah merangkai kelegaan demi kelegaan yang tak kunjung berhenti menyejukkan hati saya.
HATI YANG TERSENTUH OLEH KAUM DIFFABLE
Hari Sabtu, 23 Juni 2012 adalah hari dimana kami para peserta KEK II KAS kategori orang muda Katolik (OMK) melakukan kegiatan kunjungan kepada masyarakat setempat. Saya mendapatkan kelompok C.4 yang notabene akan mengunjungi daerah Bantul. Didaerah Bantul inilah, saya bersama teman-teman yang lain diberikan kesempatan untuk mengunjungi mereka yang selama ini jauh dari perhatian mata batin kita. Mereka adalah kaum lemah,miskin, dan diffable. Kami para peserta KEK IIKAS ini meluncur kedaerah yang telah dtentukan, bahkan telah ditentukan rumah masyarakat mana yang akan kami kunjungi. Sepanjang perjalanan ini, kami temani oleh Frater dan juga seorang Suster sebagai pembimbing kelompok kami.
Yang tidak pernah saya bayangkan adalah, justru keadaan seperti inilah yang membuat saya tersentuh. Saya terharu melihat keadaan salah seorang penduduk yang juga umat Paroki Klodran yang bisa dibilang tergolong kaum diffable. Dia bernama mbak Hesti, umat yang menderita CP ( celebral palsy ) yakni seorang penyandang cacat yang divonis menderita kelumpuhan otak dan beberapa bagian tubuh tidak bekerja dengan sempurna ( normal ). Mbak Hesti begitulah ia biasa dipanggil. Dengan bantuan kursi roda yang didorong oleh kakak perempuan nya tersayang, mereka berdua menyambut kami didepan jalan raya dekat rumah mereka. Setiba nya mobil rombongan kami disana, saya merasa tersentuh melihat keadaan mbak Hesti. Dan untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki didaerah itu.
Tuhan, Engkau sungguh HEBAT! Hari ini saya merasakan Tuhan mau mengajak saya dan juga peserta KEK II KAS untuk bersyukur atas keadaan yang kita rasakan, karena keadaan yang kita jalani jauh lebih baik dari mereka yang merasakan penderitaan, seperti mbak Hesti, kaum diffable ini. Dari situ saya melihat, bahwa sungguh MahaBesar Tuhan, mengetuk pintu hati saya, yang terkadang tertutup oleh ego yang tidak seimbang, keegoisan yang kemudian menutupi rasa syukur kepada-Mu.
Lihat, betapa menderitanya mereka akan realita hidup yang tidak bisa mereka hindari? Tetapi mereka malah bersyukur, sikap syukur mereka patut kita acungi jempol. Mereka yang menderita saja masih bisa bersyukur, mengapa kita yang hidupnya masih berada dalam batas nikmat Tuhan seringkali melukai Tuhan dengan tidak mengucapkan syukur?
Semangat juang mbak Hesti dan juga kesetiaan mbak Wiwik, kakak perempuan nya yang selalu merawat dia dan menjaganya dengan setia ini mampu membawa sukacita yang sesungguhnya. Seperti sukacita yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus ketika kita menderita.
Keadaan otaknya yang lumpuh dan fisiknya yang tidak sesempurna kita, justru membuat saya melihat ada sebuah kesempurnaan hidup yang terbentuk dari keadaan yang sungguh tidak sempurna ini. Mbak Hesti tidak pernah mengeluh, justru semangatnya yang gigih untuk dekat dengan Tuhan selalu ia perjuangkan. Dengan bantuan dari Mbak Wiwik ia rutin merayakan Ekaristi setiap minggu. Hal itu yang mengetuk beberapa Rama dari Paroki Klodran untuk datang kerumah, meyapanya, dan memberikan berkat, sehingga semangat hidup mbak Hesti kian hari kian memuncak.
Saya sebagai peserta KEK II KAS ini, yang hanya dapat menyaksikan realita didepan mata yang sedang terjadi ini, tidak hanya memberikan jempol untuk mbak Hesti, tetapi dua jempol untuk semangat hidupnya. Saya salut atas ketabahan dan ketegaran segenap keluarga yang mengurus mbak Hesti.
Keterbatasan dari saudara kandung perempuannya itu, justru membuat mbak Wiwik bertambah kuat menerima keadaan hidup bukan nya malah melemahkarena keadaan yang mungkin dalam pikiran kita akan membelenggu kehidupan nya juga. Ketika kami semua berkumpul dikamar mbak Hesti yang tidak begitu besar, namun cukup menampung kedatangan kami semua, beliau menceritakan bagaimana perjuangannya untuk kelangsungan hidup mbak Hesti. Kami yang mendengar deru tangis penuh sukacita itu merasa sangat tersentuh, iba dan penuh haru. Namun dari situ, ada kesadaran bahwa menumbuhkan rasa syukur setiap saat itu amat penting. Dari semua pengalaman dihari itu, berjumpa dan berbagi cerita tentang penderitaan yang dialami mbak Hesti dan keluarga, saya belajar mengenai rahasia penerimaan diri, belajar untuk selalu bersyukur dan tetap mengedepankan Tuhan dalam langkah kehidupan kita. Lihatlah apa yang bisa kita peroleh dari sebuah keyakinan yang sunguh-sungguh, pasti akan membawa sebuah kekuatan bagi kita dalam mencapai tujuan kebahagiaan didalam hidup kita.
Pelajaran baru untuk saya dan peserta KEK II KAS yang lain, yang masih dibilang muda, yakni buah-buah kebaikan yang kita dapatkan dari sebuah penderitaan justru semakin membuat kita mampu menghayati kehidupan ini, membawa pribadi kita menjadi sempurna dan utuh dalam hidup ini. Bersama dengan peserta KEK II KAS yang lainnya, Frater,dan Suster kami semua bisa berpamitan pulang bukan dengan tangan kosong dan tidak membawa apa-apa, kami membawa sikap hidup yang baru dari kegiatan sociali ini. Dalam seluruh penyelenggaraan KEK II KAS, ada satu hal yang bisa saya rumuskan dari apa yang bisa saya dapat yakni , Tuhan memang sungguh HEBAT!B Dia mengajarkan saya banyak hal. Dia membuat saya kini merasa beruntung, lebih menghargai dan mengenal diri sendiri. Sedikit-demi-sedikit diumur saya yang masih tergolong muda ini, Tuhan membukakan jalan agar saya lebih memahami arti kehidupan yang sesungguhnya. Didalam kelemahan saya menemukan kesempurnaan. Tuhan, terimakasih untuk segala kesempatan yang bisa kuperoleh dari pada-Mu, melalui izin dan kehendak-Mu aku berhasil memetik buah dalam rangkaian perjalanan di KEK II KAS ini. Terpujilah Engkau Tuhan dan Allahku, Engkau ketuk pintu hatiku (kembali) untuk kesekian kalinya.
Semoga teman-temanku, kaum muda dan mudi sekalian dapat memperoleh kesempatan yang sama.
Tuhan memberkati.

Comments

Popular posts from this blog

My Chevening Journey #1

My Reflection on Winning Chevening Interview 2020/2021 #2