Dengarkan Aku, Nak!


Oleh : Claudia Rosari Dewi
            Alkisah, ada seorang anak laki-laki yang kini sudah tumbuh dewasa duduk bersama dengan ayahnya di taman depan rumahnya. Sang ayah kini sudah mulai menua dan menunjukkan keriputnya, rambutnya telah beruban banyak dan raganya juga telah renta dan tak mampu bergerak banyak. Ayah dan anaknya memiliki hubungan yang sangat dekat. Di dala, keluarga mereka telah dikenal sangat memiliki kedekatan, si ibu juga mengakuinya demikian.
            Anak laki-laki tersebut bernama Fores dan ayahnya bernama Mr. Atlanta. Fores kecil kini telah tumbuh dewasa. Meskipun begitu, kedekatan dengan sang ayah tidak pernah pudar. Tidak pernah Mr. Atlanta ini memarahi anak kesayangannya, hingga saat ini Fores pun tak pernah membantah perintah ayahnya dan menyakitinya. Hingga pada suatu sore, ada hal yang membuat segala sesuatunya berbeda.
            Fores dan ayahnya duduk di bangku di taman depan rumah. Seperti biasa, Fores menemani ayahnya berjemur dibawah sinar matahari pagi agar tubuhnya semakin sehat. Peristiwa di pagi hari itu benar-benar menghajar Fores sebagai seorang anak.
            Ketika itu banyak burung berkicau disekeliling ayah Fores. Ayah Fores bertanya pada Fores, “Nak, apakah itu yang sedang berbunyi di depannku?” Mr. Atlanta bertanya pada anaknya yang tunggal ini dengan kondisi kesehatannya yang menurun dan juga kemampuan tak berdaya. Mr. Atlanta mengalami kesulitan mendengar diusianya yang sudah mencapai 70 tahun.
            Fores menjawab, “Itu burung gereja sedang berkicau di taman, ayah,”. Beberapa saat kemudian, sang ayah bertanya kembali, “Itu apa yang sedang berbunyi?” tanyanya. Fores kemudian menjawab masih dengan bahasa yang lembut, “Itu burung gereja, ayah,”
            Mendengar kicauan burung semakin banyak dan keras, Mr. Atlanta yang tak dapat melihat ini kembali bertanya, “Itu apa yang sedang berbunyi?” jawab Fores dengan nada agak risau, “Itu adalah burung gereja. Itu burung gereja ayah, burung gereja,”. Untuk ketiga kalinya pertanyaan itu dilontarkan oleh ayahnya. Fores merasa kesal. Sampai pada pertanyaan terakhir,Fores menunjukkan kemarahan pada ayahnya.
            “Nak, apakah itu yang sedang berbunyi dan bersuara didepanku?” tanya ayahnya penuh harap. Namun Fores lansung menyikat pertanyaan itu dengan nada tinggi, kasar dan cemas, “ Ayah, betapa menjengkelkannya dirimu. Sudah aku jelaskan berkali-kali bahwa itu adalah burung gereja, burung gereja, BURUNG GEREJA, ayah. Mengertikah engkau? BURUNG GEREJA!” jawabnya kasar.
            Mr. Atlanta langsung tertohok dan tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya menampakkan wajahnya yang muram dan sedih. Lalu seketika ia memberikan sebuah buku catatan dan berkata, “Bacalah, nak!”
            Fores menerima dan membaca tulisan didalamnya, “Ketika engkau masih kecil, engkau selalu meronta-ronta untuk diantarkan ke sebuah taman bemain. Engkau selalu menarik baju ayahmu dan merayunya untuk segera pergi bermain di taman. Sesampainya ditaman, banyak hal yang kau dapatkan. Banyak hal yang kau pelajari, banyak hal yang kau terima dan tentunya banyak hal yang ingin engkau ketahui. Nak, kala itu engkau bertanya padaku, “Ayah, apakah itu yang berbunyi dan bersuara?” engkau bertanya demikian sambil menunjuk sebuah pohon. Aku menjawab dengan lembut, “Itu adalah burung gereja, nak.” Kataku padamu kala itu.
            Beberapa saat kemudian, engkau bertanya kembali dengan pohon yang berbeda, “Ayah, apakah itu yang berbunyi dan bersuara?” tanyamu penuh harap. Spontan aku menjawab, “Itu adalah burung gereja, nak.” Jawabku penuh kesabaran.
            Diwaktu yang berbeda dengan pohon yang berbeda engkau bertanya kembali, “Ayah, apakah itu yang berbunyi dan bersuara didepan mataku?”  aku tetap menjawab, “Itu adalah burung gereja, nak” aku tetap setia menjawab.
            Ketahuilah anakku, engkau menanyakan hal itu sebanyak 33 kali selama kita bermain ditaman. Hingga pada akhirnya engkau memelukku dan berkata, “Terimakasih ayah telah mendengarkan pertanyaannku, sekarang aku benar-benar mengetahui yang berbunyi itu adalah burung gereja,”
            Fores kemudian mengakhiri pembacaannya dan menutup buku serta memeluk erat buku itu. Dipandangnya sosok dibelakang buku itu berkata, “Nak, aku hanya ingin engkau mendengarkan aku, meskipun itu sampai ke 33 kalinya,” ungkap Mr. Atlanta menangis haru.
            Segera Fores memeluk ayahnya, dan kemudian keduanya saling memandang satu sama lain. Fores berkata dan mengucapkan janji, “Ayah, sekarang ini aku sungguh-sungguh akan mendengarkanmu,” Fores menangis dan berjanji untuk  tidak mengulanginya.
            Di zaman sekarang sulit bagi kita untuk mendengarkan satu sama lain. Sulit karena banyak sekali yang telah kita lakukan, telah menjadi tugas kita, telah menjadi rencana, telah menjadi aktivitas kita sehari-hari, kita telah larut dalam kesibukan sehingga untuk melihat kedalam hati dan ‘mendengarkan’ seseorang sangatlah sulit bagi kita.
            Kita lebih mementingkan urusan pribadi kita ketimbang mendnegarkan orang lain, bahkan orang terdekat kita sekalipun. Mendengarkan orang lain, sesulitkah  untuk dilakukan? Seperti halnya yang terjadi dalam cerita diatas bahwa Fores merasa sangat kesal ketika ayahnya bertanya berkali-kali, padahal ayahnya pun dahulu ketika Fores masih kecil selalu mendengarkan Fores untuk apapun yang ditanyakan oleh anak tercinta.
Mendengarkan adalah salah satu skill berkomunikasi yang sangat penting. Dalam banyak hal, mendengarkan akan menjadi kunci utama dalam berkomunikasi. Kesalahpahaman dan konflik dapat diminimalisir. Mendengarkan dengan perhatian akan mampu mempererat suatu hubungan. Ada dua hal penting dalam mendengarkan. Pertama, sikap memperhatikan. Tunjukkan kepedulianmu saat orang lain berbicara.  Caranya adalah fokus dan bersikap ramah pada orang yang sedang berbicara. Kedua,  bersikap diam. Biasakan tidak memotong pembicaraan orang lain. Berikan kesempatan kepada orang lain untuk menjelaskan.
Banyak pelajaran yang dapat kita peroleh dari mendengarkan. Dengan mendengarkan, kita akan mendapatkan ilmu dan cerita baru. Dengan mendengarkan kita belajar menghargai orang lain. Dengan mendengarkan kita belajar  menghormati orang lain. Dengan mendengarkan kita belajar memahami karakter orang lain. Dengan mendengarkan kita akan memperoleh inspirasi baru.
Bagi anak muda, bahkan hal ini belaku juga ketika kita mendengarkan orangtua kita. jangan sampai kita seperti Fores. Sebagaimanapun kondisi orangtua kita, baiklah kita mendengarkan mereka. Bagaimana kita mau mendengarkan orang lain dan memahaminya dengan baik kalau mereka yang telah dianggap keluarga tidak kita dengarkan dan kita pahami dengan tulus?
Sudah seharusnya sebagai generasi muda  perlu menyisihkan segala energi dan waktu kita setidaknya untuk mendengarkan sesama kita meskipun hanya sebentar saja. Biar bagaimanapun juga, jika kita mendengarkan sesama maka kita juga mendengarkan Tuhan  yang sedang berbicara kepada kita. Kita semakin memaknai hidup karena kita mengerti apa yang ingin Tuhan sampaikan kepada kita melalui setiap wajah yang kita jumpai.
Awalilah hari dengan mendengarkan hal-hal kecil dan sederhana, mendengarkan suara hati diri sendiri, mendengarkan orang tua, mendengarkan orang lain terlebih yang membutuhkan bantuan kita maka Tuhanlah yang akan berbicara sendiri kepada kita dan selalu mengarahkan hidup kita agar menjadi lebih baik. Kunci mendengarkan sangatlah  sederhana; mendengarkan suara hati, mendengarkan suara sesama, dan akhirnya mendengarkan suara Tuhan.

Comments

Popular posts from this blog

My Chevening Journey #1

My Reflection on Winning Chevening Interview 2020/2021 #2