Ada duri dalam dagingku
oleh: Claudia Rosari Dewi
Di dalam kehidupan kita sehari-hari kita sering menemukan
orang dengan pribadi tinggi hati alias sombong. Kesombongan merupakan hal yang melekat
dengan keinginan duniawi dalam diri manusia. Tuhan tidak pernah menyalahkan sikap
sombong itu sendiri. Ia memberikan kepada kita kebebasan untuk berpikir dan
mengambil sikap dalam hidup sekehenndak kita karena Ia begitu mengasihi kita,
Ia melihat keseluruhan diri kita termasuk tubuh kita. Namun, sikap sombong
dalam diri kita justru membawa kita pada kerapuhan, baik jasmani maupun
rohani. Karena kerapuhan itulah kita
tidak mungkin mencapai sebuah kesempurnaan sesuai dengan konsep yang kita
tentukan, konsep yang sempurna sesuai dengan angan-angan tak terkendali yang
kita miliki. Allah mencintai kita apa adanya, termasuk mencintai kerapuhan
dalam diri kita dan Allah tidak pernah
tidak mengasihi kita. Oleh karena itu, Allah tidak pernah menuntut kita untuk
sempurna, Allah hanya ingin kita senantiasa setia pada diri-Nya.
Seperti duri dalam daging, virus kesempurnaan atau the victim of perfectionism mempunyai
maksud yang sama. Duri dalam daging adalah suatu hal yang ada didalam diri
manusia untuk membuat kita tetap rendah hati, hal ini sama seperti diungkapkan
oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, “Dan supaya aku
jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka
aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan
Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.”
(2Korintus12:7). Allah telah
menetapkan Rasul Paulus untuk mengajar kita arti penting kerendahan hati. Allah
pun telah mengetahui ketika Paulus menjadi seorang rasul ada kemungkinan besar
dirinya akan menjadi orang yang tinggi hati. Saat Paulus mampu menyadari akan
kerapuhan dirinya apa adanya, maka ia mampu merendahkan dirinya di hadapan
Allah karena sadar bahwa Allah sangat mengasihinya. Sikap rendah hatinya itulah
yang membuat keilahian Allah dengan keduniawian yang dimiliki manusia menyatu.
Paulus juga sempat menyangkal tentang kehadiran duri dalam daging itu, “Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru
kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.” (2Korintus12:8) Namun,
kehendaknya agar Tuhan menyingkirkan duri yang tajam itu dari tubuhnya ditolak
oleh Tuhan. Tuhan menghendaki supaya hal itu tetap ada dalam diri Paulus
sebagai seorang manusia. “Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih
karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna."
Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus
turun menaungi aku.” (2Korintus12:9).
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa “duri” yang dimaksud adalah alat pencegah bagi dirinya bersikap
sombong karena ditetapkan oleh Allah sebagai rasul. Dalam ayat selanjutnya,
Paulus mengatakan kepada kita, “Karena itu aku senang dan rela di dalam
kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiyayaan dan
kesesakkan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat,” (2Korintus 12:10). Duri-duri yang
diberikan kepada Paulus adalah berbagai macam penderitaan hidup yang ia alami.
Penderitaan itu yang meyakinkannya terus – menerus bersikap rendah hati.
Virus kesempurnaan atau the virus of perfectionism acap kali membentuk manusia menjadi
tinggi hati. Manusia selalu saja memiliki ambisi yang kuat untuk menunjukkan
kekuasaan dan kekuatan yang ada dalam dirinya sehingga berkemungkinan besar
untuk lupa diri bahkan lupa akan Tuhan. Itulah mengapa manusia itu rapuh. Manusia
menuntut kesempurnaan dan pemenuhan atas hawa nafsu atau ego yang tidak baik
dalam dirinya, tidak sadar bahwa sebenarnya manusia hanya dapat merencanakan
dan penentuannya itu ada dalam tangan Tuhan itu sendiri. seperti itulah kita bila
mau merenungkannya. Tuhan telah mengaruniakan banyak kelebihan dalam kehidupan
kita, talenta, dan segala hal yang dapat kita nikmati dalam kehidupan kita di
dunia, namun karena kerapuhan kita itulah kita jatuh kedalam dosa yakni
kesombongan. Sama seperti kisah Adam dan Hawa dalam kitab Kejadian, mereka
jatuh ke dalam dosa karena hawa nafsu.. Maka, dalam pernyataan Paulus, Tuhan
menyisipkan duri dalam dagingnya agar
kita dapat mencegah setiap kecenderungan kita untuk memegahkan diri dan
sombong.
Manusiawi apabila kita merasa bangga dan lebih saat kita
diberikan kepercayaan oleh Tuhan memiliki harta berlimpah, ketampanan dan
kecantikan yang tiada tara atau kepintaran yang diakui oleh banyak orang.
Namun, jika dipandang secara bijaksana semua kelebihan dan keunggulan dalam diri
kita selain merupakan rahmat dalam hidup juga merupakan ujian bagi diri kita
sendiri. Sebenarnya Tuhan pun di dalam surga juga mau menguji kita, mampukah
kita menggunakan anugerah yang diberikan oleh-Nya dengan sebaik-baiknya? Mampukah
kita mensyukuri dan mempertanggungjawabkannya
dihadapan-Nya? Paulus ditetapkan Tuhan untuk menjadi seorang rasul mewartakan
kabar gembira adalah suatu anugerah hidup yang luar biasa dalam kehidupan
Paulus, oleh karena Tuhan tahu bahwa hal ini akan menyebabkan Paulus congkak
maka Tuhan menitipkan duri dalam tubuhnya, seperti iblis yang mampu
menggocohnya, memukulnya dengan kepalan tangan, menyadarkannya akan kemegahan
diri yang harus dilawan dengan kerendahan hati.
Rasul
Paulus, teladan kerendahan hati
Pribadi Paulus menjadi contoh yang baik bagi kita
untuk tetap rendah hati. Anugerahnya sebagai seorang rasul tidak membuatnya
tinggi hati. Ia ingat bahwa itu semua adalah kehendak Allah. Kekuatan yang
berlimpah-limpah ia terima berasal dari Allah bukan dari dirinya sendiri. Jadi,
Paulus memilih untuk bermegah dalam kelemahan hidupnya. Dalam setiap kisah
Paulus, Paulus lebih senang untuk memegahkan penderitaannya, dari pada kekuatan
lahiriah yang diperolehnya, hal ini ia lakukan untuk memungkinkan Kristus
berkuasa dan memerintah didalam dirinya dalam melaksanakan pelayanannya sebagai
seorang rasul. Hal ini bukan dimaksudkan untuk menghina makna dari kerendahan
hati seperti dalam 2 Korintus 10:1,
“Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu,
karena aku memberitakan injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma? Justru ini
merupakan pujian bagi Tuhan sebagai bentuk pelayanannya yang setia. Kuasa Tuhan
sudah ditetapkan untuk terus bernaung diatas Paulus sepanjang
pelayanannya. Paulus memandang kemuliaan
nama Tuhan dapat dibuktikan bukan karena kuasa manusia melainkan atas kelemahan
yang ada dalam diri manusia. Hal inilah yang membuat Paulus senang dan bangga
dirinya berada dalam kelemahan, kehadirannya yang tidak mengesankan, ketidakmampuannya
untuk berbicara dengan hebat dan kefanaannya yang rapuh. Paulus dapat
bersukacita dalam setiap penderitaannya dan mengakui bahwa siksaan dan
kesukaran yang diperolehnya dalam hidup tidak akan memisahkan dirinya dari
kasih Allah dalam Kristus dan percobaan yang dialaminya sepanjang hidup
merupakan sebuah dukungan demi pelayanannya, dan Paulus sanggup menanggungnya
sebagai hamba-Nya oleh karena Kristus yang mampu mendukungnya lebih dari yang
ia kira. Paulus ingin mengatakan kepada kita bahwa setiap kali ia lemah didalam
dirinya, itulah saatnya ia kuat didalam Kristus.
Sama seperti hidup kita ini semuanya tidak ada jalan
yang lurus-lurus saja, kita sudah mutlak berkawan dengan kesulitan, kesukaran,
dan penderitaan dalam hidup, sakit penyakit atau persoalan kehidupan lainnya
demi mencapai sebuah tujuan hidup yang sejati. Itu semua telah dirancang oleh Tuhan untuk
mengembangkan kedewasaan kita dalam beriman kepada-Nya. Namun, terkadang kita sering
salah mengartikan duri itu sendiri sebagai penghalang dan kita justru malah
memusuhi duri itu sendiri. Perasaan tidak bersyukur itulah yang membuat kita
menjauhi diri dari duri yang ada di dalam tubuh kita. Bila kita mau menerima
hidup kita akan penuh syukur dan menerima diri apa adanya.
Baiklah kita untuk menjaga kesederhanaan dan
kerendahan hati dari pada bermegah diri terhadap kemegahan itu sendiri. Duri
itu juga ada dalam daging kita. Duri itu adalah setiap penderitaan-penderitaan
yang kita alami. Penderitaan dalam hidup yang saat ini juga sedang kita alami
adalah sarana yang sangat sesuai dari Tuhan bagi diri kita untuk terhindar dari
kecenderungan bersikap sombong, angkuh, bermegah diri dan lupa akan dirinya
bahkan lupa pada Tuhan. Seperti halnya kecaman dan peringatan bagi kita, bahwa
semua kelebihan yang kita peroleh adalah kehendak Tuhan bukan karena kuasa
manusia itu sendiri. Duri dalam daging mengingatkan kita untuk tidak lekat
dengan virus kesempurnaan yang mengarah pada hal negatif sehingga memungkinkan
kita menjadi pribadi yang tinggi hati. Semoga dengan adanya duri dalam hidup
kita, semakin menjadikan kita tetap setia pada-Nya dan dewasa dalam iman.
Comments