Menjadi Garam dan Terang Dunia


oleh : Claudia Rosari Dewi

          Memasuki awal kuliah dulu, aku tidak pernah membayangkan bahwa Tuhan akan membawaku pada arah kehidupan yang sedemikian sederhana namun bermakna. Aku tidak juga tahu bahwa pengalaman demi pengalaman menghantarkan aku untuk dapat belajar dari orang-orang hebat yang kini sering aku jumpai. Aku yang begitu pemalu dan minder tidak pernah mengerti dari sisi mana aku layak di pertemukan pada pengalaman-pengalaman hebat.
          Apa yang kunyatakan diatas, semakin diteguhkan dengan ‘dipakai’nya aku oleh Tuhan untuk dapat berbagi kisah atau sharing bersama orang muda Katolik (OMK) lainnya dalam pertemuan OMK Se-Dekanat Timur Keuskupan Purwokerto yang diselenggarakan di Kutoarjo tepatnya di SMA Pius Bakti Utama pada tanggal 2-4 Januari 2015. Kegiatan ini diselenggarakan dengan tema “Self-Management Training”, Awalnya, aku baru saja tiba dari Kota Cirebon mengunjungibapak dan juga ibu untuk merayakan Natal bersama, namun seketika tiba di Yogyakarta, aku di telepon oleh Rm. John Nugroho, SJ yang selama ini menjadi pembimbing anak-anak Komunitas Magis. Komunitas dimana aku bertumbuh dan berkembang menjadi seorang pribadi, komunitas yang menggeluti spiritualitas Ignasian. Romo bertanya tentang kesanggupanku untuk dapat membagikan kisah hidup dan pengalamanku selama ini kepada OMK di acara tersebut. Kemudian aku langsung menjawab, “Ya, Romo. Berangkat jam berapa nanti?”. Tanpa pikir panjang aku langsung menjawab “Ya” pada Romo dan tentu tanpa memikirkan tubuhku yang juga ingin santai dan beristirahat. Entah apa yang menggerakkan diriku untuk memilih ‘dipakai’ untuk berbagi kisah dari pada duduk diam anteng santai dan leyeh-leyeh menghabiskan waktu liburan. Itu memang pekerjaan ‘Roh’-Nya.
          Ada banyak rahmat yang aku terima ketika aku menyanggupi diriku untuk dapat memberikan sharing kepada OMK tersebut. Peserta yang hadir kebanyakan SMP dan SMA. Aku bersyukur bahwa aku pernah punya pengalaman sebelumnya untuk sharing didepan banyak orang muda seperti ini, sehingga ini bukan kali pertama aku bicara di depan umum. Justru dengan aku menyatakan kesanggupanku kepada Romo maka aku semakin diteguhkan atas apa yang telah aku lakukan, yakni memberikan sharing pada OMK, menemani dan mendampingi mereka. Sangat banyak yang kuterima dari kebersamaan ini. Tuhan tidak membiarkan kesanggupanku ini tidak aku maknai, namun Tuhan semakin membuka cakrawalaku tentang kehidupan OMK dan pelbagai masalah yang dihadapi oleh mereka.
          Kegiatan pertemuan ini dibuat untuk OMK karena dipandang bahwa OMK kurang giat dan aktif dalam mengembangkan dirinya. Padahal OMK lah satu-satunya harapan gereja, sebab OMK kelak pasti akan tumbuh dewasa dan tuntutan hidup di masyarakat akan jelas mereka alami, jika tidak mendapatkan pendampingan secara utuh dan signifikan dari pihak gereja sendiri, maka untuk dapat mewujudkan para penerus gereja kita tidak akan dapat. Sosok pemimpin muda Indonesia pasti juga diharapkan muncul dari OMK ini yang senantiasa dibina dan didik oleh gereja.

Krisis Kepemimpinan
          Seni memimpin itu bermacam-macam. Kadangkala keterampilan ini bukanlah hanya sebuah bakat tetapi suatu hal yang dapat terus ditumbuhkan dan dikembangkan. OMK ini butuh hal demikian. Acara ini diselenggarakan juga karena gereja saat ini membuka matanya bahwa mereka membutuhkan pendampingan secara nyata dan sigifikan. Perubahan zaman yang begitu cepat menuntut setiap pribadi menjadi pribadi yang cerdas, tangguh dan missioner. Karena dapat ditumbuhkan dan dikembangkan maka harapannya, dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan seperti ini mereka berkembang, jiwa kepemimpinannya  juga turut serta berkembang.
          OMK ini harus dibukakan matanya akan situasi sosial sekarang ini, bahkan mungkin diperkenalkan dengan situasi gereja, tidak hanya tahu situasi perkembangan gadget yang terbaik saat ini apa. Tentu yang pertama-tama lebih kepada menyadari diri sendiri bahwa saya adalah pribadi yang demikian, yang A, B atau C. Contoh kecilnya di masyarakat adalah ketika seorang Bapak/Ibu diminta untuk menjadi Ketua Lingkungan di salah satu Paroki. Lalu mereka menolak dengan berbagai alasan yang menunjang ketidaksanggupannya.  Tentu hal ini juga nanti akan di hadapi oleh anak-anak muda ini, menjadi penerus gereja yang harapannya tidak lagi mengenai ketikdaksanggupannya, namun menciptakan OMK yang memiliki kesanggupan, yang jika diutus untuk melakukan hal ini dan itu, terlebih itu adalah pekerjaan Tuhan, maka akan sanggup menjalankan tanggung jawab semaksimal mungkin, menjawab ‘ya’ sebagai contoh pribadi yang militan, pribadi yang dapat memimpin dirinya sendiri kemudian orang lain, menjadi pemimpin di masyarakat yang melayani bukan dilayani.
          Kurang aktif dan berkembangnya OMK di tempat ini mendorong gereja untuk berbuat lebih, dan masalah seperti ini tidak dapat disepelekan karena kaitannya pada masa depan seseorang, masa depan gereja, dan masa depan masyarakat. Kita pun serta merta tidak dapat menyalahkan OMK yang kurang berkembang karena kesalahan mereka, karena beberapa kasus mengeluhkan hal demikian. “OMK-nya yang kurang inisiatif buat aktif kegiatan ini-itu,”. Mereka tidak tahu dan kurang informasi maka seharusnya kita tidak menyalahkan dan menyudutkan mereka. Tentu solusinya adalah harus terjalin kerja sama dari masyarakat dan gereja yakni umat dan pihak gereja yang juga memiliki concern pada generasi muda penerus bangsa. Berilah fasilitas dan media yang memadai dan menunjang mereka untuk berekspresi, tentu mereka akan dapat menunjukkan dirinya.
          Setiap unsur di dalam masyarakat harus bantu-membantu dalam merangkul orang-orang muda ini. Contohnya saja kegiatan ini. Kegiatan ini diselenggarakan karena ada keprihatinan yang muncul dari seorang OMK yang sudah lama aktif dan ia merasa  bahwa OMK di daerahnya kurang ‘hidup’ sehingga hal ini tidak dapat dibiarkan, generasi muda ini adalah calon pemimpin bangsa, yang kelak akan berkarya dimasyarakat. Dengan kondisi yang demikian, tidak boleh juga menyalahkan mereka yang kurang aktif dan giat mencari informasi namun pemuda ini dan teman-teman OMK lainnya mau merangkul mereka dan berusaha mewujudkan apa yang diharapkankan mereka kepada OMK yang usianya dibawah mereka.
          Tidaklah mudah membentuk revolusi mental seperti apa yang dikatakan Jokowi, ya memang tidak mudah membentuk mental yang cerdas, tangguh, dan missioner. Perlu kerjasama dan kerja keras yang ekstra. Alhasil, dengan keprihatinan yang ditunjukkan dengan tindakan untuk melaksanakan kegiatan ini dapat ‘membuka kan mata’ setidaknya  juga mampu menggerakan hati beberapa orang yang hadir, bahwa orang muda perlu dirangkul bersama-sama.

Jadilah Kamu Garam dan Terang
          Aku secara pribadi, juga seakan mendapatkan teguran yang menuntutku untuk semakin dapat terlibat merangkul adik-adik (orang muda)  yang usianya dibawahku untuk dapat menjadi generasi muda yang diharapkan gereja dan masyarakat. Ketika aku memilih jawaban ‘tidak’ untuk memberikan sharing, mungkin aku akan merasa kecewa. Maka aku berterimakasih kepada Rm. John memberikan aku kesempatan untuk berkembang. menggunakan aku dan pengalamanku untuk mewujudkan generasi muda yang juga nanti meneruskan perjuanganku selama ini. Dalam hati ini semacam ada rasa damai dan tenang bisa membagikan apa yang kumiliki ini kepada orang lain, khususnya kaum muda dan aku sendiri pun merasa ‘nyambung’ bisa mendampingi mereka. Aku yakin bahwa Tuhan memilih aku bukan karena suatu kebetulan. Pengalaman sharing ini juga bukan pertama kalinya, siapa tahu Tuhan kedepannya akan memilihku dalam hal serupa seperti ini. Aku ‘dipakai’ oleh Tuhan, dan aku bersyukur diusia semuda ini dapat menjadi seorang gadis yang mampu menggarami orang lain, menerangi orang lain meskipun hanya mengandalkan Tuhan yang memberikan pengalaman-pengalaman luar biasa yang aku miliki. Sejatinya, aku selalu bersyukur karena Tuhan menempaku sedemikian rupa di masa lalu, mungkin tanpa pengalaman di masa lalu (red: Di tempa menjadi Batu Penjuru) tersebut aku tidak akan memberikan kesanggupanku seperti yang kuceritakan diatas. Dengan pengalaman penderitaan itu aku semakin kaya, karena setelah penderitaan itu ada harapan untuk keadaan hidup yang lebih baik. Memang benar yang dikatakan bahwa orang itu harus ‘sakit hati’ dulu baru muncul harapan untuk bisa menyembuhkan hatinya yang sakit dengan bertindak yang baik dan benar sesuai yang diharapkan. Semoga Tuhan selalu meneguhkan aku dan banyak orang muda diluar sana yang juga mempunyai pengalaman indah akan kebaikan Tuhan, untuk dapat membagikannya kepada banyak orang, tentu hal itu akan semakin mengembangkan kepribadian kita dan juga orang lain. Mari  menjadi garam dan terang bagi dunia!



Comments

Popular posts from this blog

My Chevening Journey #1

My Reflection on Winning Chevening Interview 2020/2021 #2