Magis Gathering and World Youth Day 2016


Blessed Are The Merciful are Those Who Give and Not To Count The Cost
P
enulis: Claudia Rosari Dewi
Mahasiswi Fakultas Psikologi 2012 Universitas Sanata Dharma

Bagiku, pengalaman menjadi peserta Magis Gathering dan World Youth Day 2016 adalah sungguh-sungguh pengalaman akan Allah. Magis Gathering tahun ini mengangkat tema To Give and Not To Count The Cost (Memberilah tanpa mengharapkan balasan), benar-benar menampar aku. Sedangkan Wolrd Youth Day tahun ini mengangkat tema Blest are The Merciful (Diberkatilah yang Murah Hati). Sepertinya memang ada benang merah dari rangkaian kegiatan yang kuikuti ini. Jujur saja, sebelum berangkat ke Polandia banyak sekali persiapan yang harus aku lakukan. Selama enam bulan terakhir ini, aku menjalani masa-masa yang cukup berat dan aku merasa diuji di titik ini. Selama enam bulan terakhir, selain mempersiapkan keberangkatan ke Polandia, aku pun harus segera menyelesaikan skripsi sekaligus mengusahakan agar dapat ujian skripsi sebelum berangkat ke Polandia di bulan Juli, maka maksimal aku sudah menyelesaikan skripsi, ujian dan revisinya adalah bulan Juni. Itu semua tidak mudah, banyak gesekan antara diriku sendiri dan orang-orang disekitarku, kadang itu membuat lelah, tapi aku menyadari itu semua kehendak Allah yang harus aku lalui.
Perjuangan mencari dana untuk biaya skripsi dan kepergian ke Polandia menjadi tantangan sendiri untukku. Aku harus pinter-pinter membagi keuangan dan pemasukan dari beberapa bantuan dari temanku untuk penelitian skripsi dan semua urusan yang berkaitan dengan kepergian ke Polandia. Aku mengerahkan seluruh tenaga dan usahaku untuk semua rencana dan persiapan ini. Yang terjadi memang sesuai dengan usahaku, aku bisa ujian skripsi bulan Juni, dan revisiku sudah selesai di siang hari pada hari aku berangkat ke Jakarta.
Tibalah aku di negeri Polandia, mengikuti Magis Gathering dari tanggal 15 - 25 Juli 2016. Tanggal 15 - 17 Juli, Magis Gathering diselenggarakan di kota Lodz (bacanya Woods) setelah itu kami di bagi ke dalam beberapa kelompok eksperimen yang berbeda-beda kota (Tanggal 17 - 23 Juli 2016), tanggal 23 - 25 Juli 2016, setelah bereksperimen semua peserta Magis Gathering berkumpul di kota Czestochowa. Untuk kelompok eksperimen, aku dan tiga teman Magis Indonesia mendapat kelompok Eksperimen “Culture and Dialogue” di Kota Szczecin, sisanya terbagi ke beberapa kelompok lain dan di kota lain pula. Kami live in di rumah  milik sebuah keluarga. Disana kami berkenalan dengan penduduk dan umat salah satu paroki di kota ini. Aku pribadi tinggal di salah satu keluarga. Warga Polandia termyata amat baik dan ramah, mereka loyal dan memberikan apapun yang mereka dapat berikan kepada orang yang dikenalnya. Mereka sangat gembira menerima kedatangan kami ke kota, paroki, dan rumah mereka. Kendalanya adalah bahasa, Mereka tidak bisa berbahasa inggris sama sekali, sehingga komunikasi yang terjadi diantara kami mengandalkan google translate. Menjadi tantangan sendiri untukku lebih memahami mereka, meskipun itu berarti aku tidak bisa mengungkapkan segala sesuatu secara spontan, harus dipikir dulu bahasa Polish nya dulu apa.
Di kelompok eksperimen, kami bertemu dengan teman-teman negara lain, Romania, Brazil, Slovakia, dan teman-teman muda Katolik di Gereja tempat kami melaksanakan eksperimen, Gereja St Andreas Bobola. Suatu kali, kami mendapatkan giliran untuk memasak makan malam bersama. Setiap negara mendapatkan bagian untuk membuat makan malam bersama setiap harinya. Waktu itu yang kebagian adalah negara Indonesia, Kak Gone (Magis Jakarta yang sekelompok denganku) katanya gak bisa memasak, maka mengandalkan aku dan teman-teman yang lain. Kami memutuskan memasak nasi goreng, terong goreng, telur dadar, dan wedang uwuh yang kami bawa dari Indonesia. Aku memilih memasak nasi goreng, aku tahu bahwa memasak nasi goreng lebih berat. Tapi Aku berusaha menerima tantangan itu.  Ternyata memang tidak mudah memasak nasi goreng disini, dan aku juga berusaha memasak nasi goreng yang enak supaya teman-teman negara lain suka. Panci dan kompor yang biasa digunakan untuk memasak nasi goreng di Indonesia, ternyata berbeda keadaannya disini, bentuk panci dan kompor gasnya lebih kecil, sehingga bisa dihitung, untuk porsi 15 orang, yang biasanya bisa sekali masak dengan panci bulat besar, disini tidak bisa masak satu kali, melainkan tiga kali memasak. Bagi mereka nasi goreng yang kami buat katanya rasanya pedas. Apapun penilaian mereka aku menjadi benar-benar paham bagaimana memperkenalkan Indonesia melalui masakan dan kehadiran kita ketika berdinamika dengan mereka. Karena perjumpaan dan persahabatan dengan teman-teman baru ini aku menjadi paham makna “Culture and Dialogue” yang menjadi tema kelompok eksperimenku. Kami menjadi benar-benar akrab karena satu sama lain berbaur untuk mengenal pribadi yang lain, dan aku juga merasakan, bahwa inilah yang dimaksud, culture melalui pengenalan dan dialog, kami menjadi paham budaya lain dan merasa satu dalam keberagaman buda ini; dioalogue saling bercengkrama dengan orang baru dan berbeda latar belakang
Pengalaman lain yang tidak kalah berkesan bagiku adalah ketika mengunjungi rumah Sandra. Sandra adalah seorang perempuan muda yang lima tahun lalu mengalami kecelakaan yang membuat sebagian besar ingatannya hilang dan secara fisik ia menjadi lambat. Ketika sebagian dari kelompok kami berkunjung kesana, Sandra sangat senang ketika banyak orang mengunjungi rumahnya dan memperhatikannya. Ia selalu dirawat oleh nenek dan ibunya di rumah. Saat kami berkunjung kesana, di sela-sela obrolan, beberapa kali nenek Sandra mengeluhkan dan merasa sangat sedih ketika mengingat peristiwa masa lalu, dimana Kakek Sandra meninggal dunia, dan Sandra sendiri mengalami kecelakaan yang parah yang hampir menghilangkan nyawanya. Seketika itu juga, Sandra menyudahi apa yang diungkapkan neneknya, ia mengatakan pada kami semua yang mengunjunginya, “Sudahlah, sudah itu semua hanya masa lalu.” Lalu di obrolan berikutnya, ia mengeluarkan buku tulisnya, ia menunjukkan kepada kami usahanya yang sungguh-sungguh untuk bisa menggunakan tangannya seperti orang pada umumnya dapat menulis dengan baik. Melihat semangat Sandra dan matanya yang berbinar-binar ketika kami berkunjung kesana, terbesit rasa syukur yang luar biasa dalam hatiku. Aku masih sering mengeluh soal fisik dan keadaan disekitarku, tetapi begitu melihat Sandra yang penuh dengan harapan hidup bahkan ditengah kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya dan sekarang membuatnya lumpuh, aku merasa kalah beriman dari Sandra. Sandra justru ‘memberi’ dari yang sedikit dimilikinya, memberi canda dan tawa, persaudaraan, dan inspirasi semangat hidup bagi kami.
Setelah mengikuti Magis Gathering, kami beranjak ke Kota Krakow untuk mengikuti World Youth Day 2016. Aku amat sangat bersyukur karena kami boleh tinggal di dorm yang nyaman dengan pemilik yang benar-benar baik. Secara pribadi, aku masih kagum sama Tuhan karena rahmat yang diberikan selalu diluar dugaanku. Aku masih tidak menyangka bahwa Tuhan benar-benar memberikanku kesempatan keluar negeri. Di Krakow, aku menemui bayak sekali orang baru dan melihat banyak tempat-tempat serta bangunan yang sangat indah. Aku merasa bersyukur bisa melihat dan merasakannya, disaat banyak orang sangat berharap ke luar negeri, aku bisa keluar negeri dengan banyak bantuan dana dari Romo-romo Jesuit. Rasanya masih tidak menyangka bahwa belas kasih Tuhan benar-benar mengalir. Banyak sekali cerita menarik dalam perjalanan di Krakow salah satu diantaranya adalah kekagumanku akan kemampuan Tuhan yang diberikan kepada manusia sehingga bisa membangun-bangunan yang sangat indah di kota ini.
Tentu banyak pengalaman bermakna selama WYD tahun ini. Salah satunya adalah kebaikan seorang ibu paruh baya, ia sudah memiliki seorang cucu. Namanya adalah Ibu Wanda. Ia sangat baik kepada kami. Dia tinggal di flat sebelah dorm kami tinggal selama WYD. Suatu hari, kami mencuci baju dan di jemur di luar dorm. Pada waktu itu cuaca tidak menentu, kadang hujan, kadang panas. Kami selalu pulang kegiatan malam hari, karena serangkaian kegiatan WYD. Ketika kami pulang, kami tidak melihat jemuran kami di tempatnya, kami hanya pikir mungkin sudah diselamatkan sama penjaga dormnya, tetapi ketika itu juga muncul perempuan paruh baya ini yang berbicara dengan bahasa Polish, karena sulit kami memahaminya, akhirnya kami di ajak di flatnya, di tunjukkan pakaian kami yang sudah diangkat, disetrika dan dilipat rapih.
Dengan susah payah ia berusaha menjelaskan, intinya adalah ketika hujan, ia membawa baju kami ke flatnya. Kami merasa tidak enak, tetapi dia terus memberikan kebaikan, kami disuguhi banyak makanan dan disajikan minuman hangat, belum lagi dia juga mengijinkan kami selama tinggal di dorm untuk mencuci di rumahnya saja. Satu diantara kami mangatakan dengan menggunakan google translate, bahwa kedatangan kami merepotkan ibu. Tetapi ibu Wanda menjawab, “Kalian tidak merepotkan. Tuhan yang telah mengirimkan kalian kesini,” ujarnya. Matanya berbinar-binar, tampak gembira dan bersyukur kami bisa datang ke rumahnya. Dia sangat gembira melayani kami semua. Padahal yang dia lakukan menurutku memang bukan sesuatu yang mudah, mencuci, menyetrika dan melipat semua pakaian kami, mungkin juga disaat banyak kerjaan dirumahnya, ia masih bisa menolong yang lain dan ‘memberikan’ sedikit dari apa yang ia miliki, tetapi ia malah terberkati dari kami, orang-orang yang malah meminta belas kasihnya.
Disini, tema tentang WYD 2016 “Diberkatilah yang Murah Hati” sungguh menjadi nyata dalam realitas yang aku lihat langsung. Pertemuan orang muda Katolik seluruh dunia ini malah memberikan berkat bagi banyak orang. Meskipun hanya kisah sederhana, tetapi sebenarnya itu sangat bermakna, bahwa berkat dari Tuhan sebenarnya tidak harus berasal dari hal-hal yang luar biasa, tetapi dengan kebaikan kecil yang dialami, itu dapat menjadi berkat dan tentu semakin menguatkan iman kita kepada Dia. Dia tidak mencari hal-hal besar dan melihat hal-hal luar biasa dalam hidup seseorang, Dia datang untung sesuatu yang kecil, yang sering kali orang lain tidak melihatnya
Aku menarik garis merah dari semua rangkaian kegiatan yang membawa aku ke tempat ini. Di Magis Gathering, aku mendapatkan pesan dari Tuhan, bahwa berbuat baik seperti memberi, menolong dan berbagi bukan sesuatu yang sulit dan kita pun sebaiknya tidak perlu takut untuk berbuat baik, dan berbuat baik yang benar-benar baik itu tidak membutuhkan balasan. Kebaikan yang murni adalah kebaikan anpa mengharapkan balasan. Karena berbuat baik itulah seseorang dapat dikatakan murah hati. Karena ia murah hati maka orang itu menjadi orang yang diberkati, “blessed are the merciful are those who give and not to count the cost”, itu yang mau disampaikan Tuhan kepadaku. Bena-benar menampar aku karena selama ini aku kadang kala masih merasa takut untuk ‘memulai duluan berbuat baik’, aku takut dikecewakan kalau sudah berbuat baik dengan orang lain, takut diolok-olok, tidak diterima dan dicemooh, lebih baik mundur dan kalah sebelum perang dimulai dari pada mempertahankan keyakinan menang lalu akhirnya mati ketika perang. Namun aku menyadari bahwa perasaan takut itu tidak baik jika terus dipelihara. Aku juga yakin bahwa perasaan takut itu muncul juga karena proses pengolahan sejarah hidup yang belum selesai, aku menduga, dulu aku pernah dikecewakan oleh orang lain, sehingga aku takut membangun relasi dengan yakin memulai berbuat kebaikan dahulu. Biasanya, aku baru akan bergerak membuat hal baik kalau orang yang bersangkutan denganku sudah menunjukkan dirinya baik.
Ketika kembali ke Indonesia, aku mengoleksi lagi apa saja yang aku dapatkan selama perjalanan di Polandia. Aku yakin bahwa dari sekian pengalaman yang menyenangkan maupun menyedihkan pasti ada satu pengalaman yang menunjukkan pengolahan sejarah hidupku. Pertanyaan selanjutnya adalah, setelah aku memahami makna pertemuan orang muda Katolik sedunia ini dan mendapatkan inspirasi dari dua tema besar pertemuan “blessed are the merciful are those who give and not to count the cost”, apa yang sekiranya dapat aku lakukan setelah ini? Ini menjadi tugasku untuk mencari jawabannya. Aku yakin bahwa semua yang terjadi adalah bagian rencana Tuhan untuk hidup kita, dan perjalanan Indonesia-Polandia-Indonesia ini pasti merupakan bagian rencana Tuhan untuk hidupku.



Comments

Popular posts from this blog

My Chevening Journey #1

My Reflection on Winning Chevening Interview 2020/2021 #2